Skip to main content

Kita adalah Habitat kita

Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak, atau dengan kata lain, lingkungan—lingkungan fisik—di sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut.
Alam mengajarkan bahwa banyak hewan yang melakukan adaptasi untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya atau mungkin ada pembentukan oleh pemilik seperti yang dilakukan pada hewan peliharaan.

Manusia adalah makhluk yang tidur di waktu malam, dan beraktivitas di waktu siang. Namun apa yang terjadi ketika manusia ingin memelihara binatang yang beraktivitas di waktu yang berlawanan atau nocturnal?
Ternyata yang dilakukan adalah merubah kebiasaan hidup hewan nocturnal tersebut agar bisa sama seperti siklus aktivitas pemiliknya.

Demikian juga dengan kebudayaan, saat seseorang masuk ke lingkungan baru, ia melakukan adaptasi dengan lingkungan tersebut namun dengan motivasi agar bisa diterima.
Manusia terbagi menjadi 4 tipe : tukang camping, tukang panjat, tukang tarik, tukang kabur. Mari kita berkenalan dengan mereka.

Tukang camping, suka dengan kenyamanan, saat menemukan kenyamanan, dia tidak akan mau pindah. Di situuuuuuu saja.
Tukang panjat, tidak pernah puas dalam arti positif, selalu ingin mencapai tingkat yang lebih tinggi.
Tukang tarik, tidak suka melihat orang lain maju, sukses, semakin baik. Dia akan berusaha menarik orang itu turun ke level yang setara dengan dia atau mungkin lebih rendah.
Tukang kabur, setiap bertemu masalah lari, lempar batu sesudah itu lari, tidak mau menghadapi masalah.

Sudah rahasia umum bahwa manusia sangat dipengaruhi lingkungannya, ada pepatah kuno "pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik."

Menjadi manusia seperti apa kita, itu adalah pilihan sendiri.
Ingin jadi manusia yang positif dan terus maju? Carilah kelompok tukang panjat.
Ingin jadi manusia yang hidup santai, yang penting nyaman?
Carilah kelompok tukang camping.
Ingin jadi manusia yang hidupnya merusak hidup orang lain? Suka nyinyir? Suka mencari kesalahan orang lain, tapi sendirinya tidak melakukan hal yang baik? Suka mengintimidasi? Suka persekusi? Senang menghakimi orang lain?
Carilah kelompok tukang tarik
Ingin jadi manusia yang tidak bertanggung jawab? Setelah mengungkapkan hal - hal yang tidak pantas, lalu kabur membiarkan orang lain yang menanggung?
Carilah kelompok tukang kabur.

Lebih dari semua pilihan di atas, SATU HAL PENTING yang harus diingat, semua hal yang kita lakukan, katakan, pikirkan... Iya.. S E M U A harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Khalik, Pencipta kita.

Kita mencerminkan lingkungan kita.
Tidak usah mencari kambing hitam, dengan menyalahkan orang lain, karena jadi apa kita sekarang, semua adalah pilihan sendiri.
Dan ingat, setiap orang adalah bagian dari suatu bangsa, apa yang kita lakukan, akan berpengaruh pada bangsa kita.
Kita ingin bangsa ini maju atau bangsa ini hancur, semua dimulai dari kita.

TENTUKAN PILIHANMU!!
PEMBANGUN atau PERUSAK?

Terbanglah dengan angin, wahai bulu angsa, dan mendaratlah di tempat yang kau inginkan.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Masa Lalu

Belakangan ini, saya menjadi sedikit "cengeng". Dunia yang tadinya begitu indah, sejuk, aman, menyenangkan, dalam sekejap menjadi riuh rendah, berisik dengan kekerasan, bahkan dalam keheningan pun, kekerasan itu masih terasa. Mungkin ini cara saya melarikan diri, nostalgia ke masa lalu. Masa di mana, keberbedaan diterima sebagai bagian berwarna indah dalam satu lukisan dan keindahan dalam lagu yang enak didengar. Bayangkan jika, sebuah lukisan hanya satu warna; bahkan lukisan monokrom, pun minimal 2 warna.. Sebuah lagu semua notnya berada di satu nada... Ketukannya sama.... Membayangkannya saja sudah stress... Sang Pencipta kita sangat kreatif, dari satu jenis makhluk bisa dibuat demikian banyak perbedaan, tidak ada yang sama 100%. Bahkan binatang dan pohon pun jika kita perhatikan semuanya berbeda satu sama lain. Bagi saya, ini menunjukkan bahwa Sang Pencipta sangat menyukai keberagaman. Jika tidak, untuk apa Ia menciptakan suku bangsa begitu banyak, yang men

Matoa di Tanah Jawa

Udara tak pernah selemah itu. Setiap tarikan dan hembusan seakan tanpa gesek, memberikan dimensi luang pada setiap molekul untuk menjauh. Bukan karena udaranya aku pengap, tapi akibat berita di TV aku seakan terjebak. Berita si pemimpin tak punya hati yang bikin emosi. Ditambah bau dahak yang menguar di udara. Bikin muak! "Ko pu maitua cantik sekali (isterimu cantik sekali)," suara lirih itu baru kudengar seharian ini.  Aku mangkir, menoleh pun tidak. Perempuan yang kini tergolek di atas dipan tidak kukenal. Bahkan kami tak pernah jumpa di acara pernikahan. Hanya Theo yang datang waktu itu, disaksikan seorang pendeta, dicatatkan di dinas kependudukan. Toh aturan di Indonesia tak pernah melarang pria berusia 29 tahun untuk menikah dengan wanita pilihannya.  "Tidur sudah, Mace. Jang terlalu banyak tahan mata!" Itu suamiku. Lelaki asli papua yang membuatku jatuh cinta dengan gelap kulitnya yang kontras dengan putih hatinya. Dia tak pernah marah, juga bukan tipe laki-la