Skip to main content

Posts

Matoa di Tanah Jawa

Udara tak pernah selemah itu. Setiap tarikan dan hembusan seakan tanpa gesek, memberikan dimensi luang pada setiap molekul untuk menjauh. Bukan karena udaranya aku pengap, tapi akibat berita di TV aku seakan terjebak. Berita si pemimpin tak punya hati yang bikin emosi. Ditambah bau dahak yang menguar di udara. Bikin muak! "Ko pu maitua cantik sekali (isterimu cantik sekali)," suara lirih itu baru kudengar seharian ini.  Aku mangkir, menoleh pun tidak. Perempuan yang kini tergolek di atas dipan tidak kukenal. Bahkan kami tak pernah jumpa di acara pernikahan. Hanya Theo yang datang waktu itu, disaksikan seorang pendeta, dicatatkan di dinas kependudukan. Toh aturan di Indonesia tak pernah melarang pria berusia 29 tahun untuk menikah dengan wanita pilihannya.  "Tidur sudah, Mace. Jang terlalu banyak tahan mata!" Itu suamiku. Lelaki asli papua yang membuatku jatuh cinta dengan gelap kulitnya yang kontras dengan putih hatinya. Dia tak pernah marah, juga bukan tipe laki-la
Recent posts

PESAN PLURAL-IS-ME DARI BALIK JERUJI

Belakangan ini, saya agak malas membaca media sosial. Terutama karena isi postingan kalangan tertentu yang membuat panas 'mata' dan panas 'hati'. Setelah semua cara perlindungan diri, dari, mengabaikan, unfollow sampai unfriend, akhirnya suasana agak membaik. Yang paling mengganggu adalah postingan yang menghakimi dan menghina kelompok yang ingin memberikan yang terbaik bagi negara. Terutama postingan yang menyatakan bahwa mereka yang sekarang berjuang mempertahankan kesatuan NKRI sebagai pahlawan kesiangan. Jika meminjam ujaran kaum muda, "Terus klo elo kemane aje selain menebar kebencian dan memecah belah? Orang laen kerjain kebaikan, loe bisanya nyinyir aje." Tadi malam, saya menonton acara Rosi yang mengambil tema "Melawan ISIS". Yang dihadirkan adalah para mantan teroris termasuk Ali Imron sebagai napi teroris dengan hukuman seumur hidup. Di sana dijabarkan bahwa rentang usia yang mudah sekali terpengaruh paham radikalisme dan tero

Gelegar Kapal Karam

Ada kisah tentang sebuah kapal besar, yang indah. Yang di dalamnya lengkap dengan anggur dan makanan, yang puas oleh pesta-pesta dan lampu dansa. Kapal itu membawa ratusan orang - kaya dan miskin, pejabat dan penjahat, artis dan para kapitalis, preman dan relawan.  Semua melebur dalam satu tujuan, ke tanah impian. Suatu hari sang kapten dipaksa turun dari anjungan, dijejalkan di antara himpitan muatan lambung kapal. Kapal pun menggelegar, dalam bunyi berisik yang sunyi - pekak tanpa sorak.  Mulailah semua orang ingin kuasa. Bicara, menyentak, menghentak. Saling sikut dan berebut. Picik dan licik. Tanpa ampun menyabet, tanpa gentar merobek.  Gelegar kapal, mulai karam. Semua ideologi berhamburan. Agamais, sosialis, kapitalis, komunis. Berubah makin radikalis, anti humanis, tak luput juga yang apatis. Semua mendaulat prinsipnya'kan jadi penyelamat.   Penumpang pun mulai pesimis. Apa artinya ada dalam satu kapal, jika tujuan mulai berkelok, kalau persahabatan jadi tak elok.

Kita adalah Habitat kita

Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak, atau dengan kata lain, lingkungan—lingkungan fisik—di sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Alam mengajarkan bahwa banyak hewan yang melakukan adaptasi untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya atau mungkin ada pembentukan oleh pemilik seperti yang dilakukan pada hewan peliharaan. Manusia adalah makhluk yang tidur di waktu malam, dan beraktivitas di waktu siang. Namun apa yang terjadi ketika manusia ingin memelihara binatang yang beraktivitas di waktu yang berlawanan atau nocturnal ? Ternyata yang dilakukan adalah merubah kebiasaan hidup hewan nocturnal tersebut agar bisa sama seperti siklus aktivitas pemiliknya. Demikian juga dengan kebudayaan, saat seseorang masuk ke lingkungan baru, ia melakukan adaptasi dengan lingkungan tersebut namun dengan motivasi agar bisa diterima . Manusia terbagi menjadi 4 tipe : tukang camping, tukang panjat, tu

Enak Dimakan, Tidak Baik Ditiru

Salah satu makanan yang paling enak bagi saya adalah masakan berbahan dasar kepiting. Entah digoreng saus mentega, dimasak saus tiram, dijadikan salad. Sepertinya tidak ada masakan yang seenak kepiting. Mohon maaf yang bagi teman - teman yang vegetarian dan pencinta hewan. Memang ini tidak berkepitingan, tapi sebagai makhluk omnivora apa daya, bagi saya begitu adanya. Salah satu hal yang sering saya renungkan adalah kepiting - kepiting ini jika dijual di pasar, pasti dalam keadaan terikat. Jika saya bertanya pada penjual, kenapa harus diikat? Nanti kabur, atau melukai pembeli. Oh iya juga sih, siapa yang tidak tahu kalau kepiting itu sangat gesit, selain dengan cara jalannya yang unik, nyamping... minggir... Namun saya pernah membaca, ternyata ada sifat kepiting yang sebenarnya menguntungkan penjualnya, sehingga tidak usah diikat seperti yang biasa kita lihat di pasar. (Kasian penjual yang tadi ya, belum tahu soal ini). Sifat kepiting itu adalah "Ga suka liat kepiting lain

Menggambar Telor: Berbeda dan Tak Sempurna

Dulu saya pernah baca satu cerita tentang seorang murid yang berambisi ingin menjadi pelukis ternama. Si murid ini berpindah-pindah dari satu guru ke guru lain, mempelajari ilmu menggambar sampai sempurna. Tapi, tentu saja itu belum cukup. Masih ada satu guru lagi yang belum dia datangi. Master dari yang paling master dari dunia melukis. Singkat kata, si murid diterima oleh guru hebat tersebut. Pelajaran pertamanya adalah menggambar telor . Si murid berpikir kalau itu sangat mudah. Dia menggambar berpuluh-puluh telor yang sempurna dengan penuh percaya diri. Lalu, apa pendapat sang guru? Sang guru hanya mengangguk dan meminta si murid untuk datang lagi besok. Keesokan harinya si murid datang lagi dengan harapan akan mendapatkan ilmu menggambar yang baru. Namun sang guru memintanya menggambar telor lagi. Begitu seterusnya selama enam bulan. Si murid hanya disuruh menggambar telor dan tidak yang lain. Yang tadinya sabar, si murid pun mulai jengkel. Dia marah kepada sang

PANCASILA Ilham Ilahi

PANCASILA Ilham Ilahi Si Bung merenung... Di Pulau Flores yang sepi, tanpa kawan tuk’ tukar pikiran. Habiskan waktu berjam-jam lamanya di bawah  pohon sukun berbatang 5 di halaman rumah pengasinganmu. Merenungkan ilham yang diturunkan oleh Yang Maha Esa tuk’ menyatukan Nusantara dalam satu dasar negara. Bung gali jauh ke dalam buminya rakyat Indonesia, kalbunya bangsa Indonesia hingga  tradisi-tradisi Nusantara tuk’ turut mewarnainya. Kau temukan lima butir mutiara yang Indah… Itulah PANCASILA. 1 Juni 1945 pada rapat BPUPKI. Bung lontarkan gagasan tersebut. Dikau berujar PANCASILA ini adalah ilham daripada Allah SWT kepadamu. Bung merasa bukan bung yang mencipta. Hanya perkenan kuasaNya tuk’ bung semaikan. 5 butir mutiara yang bung dapatkan itu  adalah….. Dirikan suatu negara berkebangsaan “ semua buat semua ” satu buat semua, semua buat satu! Para pendiri bangsa-bangsa merdeka; Sun Yat Sen dan Gandhi pun turut sadarkanmu akan bangsa yang berperik